BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Persepsi masyarakat mengenai apa yang
disebut perkosaan selama bertahun-tahun bervariasi dan terus-menerus berubah
bahkan hingga kini. Ada perubahan dalam hukum pada waktu terakhir ini, dan
kini, seorang pria mungkin memerkosa istrinya. Kekerasan seksual dan perkosaan
dapat memengaruhi setiap wanita, terlepas berapa usianya, kelas sosial, ataupun
latar belakangnya.
Ada persentasi tinggi untuk kasus perkosaan yang dilakukan
oleh orang yang dikenal korban, dan kebanyakan berlangsung dirumah korban.
Korban dapat diserang oleh lebih dari satu orang penyerang, dan kekerasan
seksual sering kali melibatkan tindakan lainnya, memaksa korban ambil bagian
dalam aktivitas seksual, dan melecehkan korban. Sepertiga perilaku perkosaan
mengalami disfungsi seksual.
1.2 TUJUAN
Makalah
ini dibuat sebagai pedoman bagi pembaca dalam memahami tentang perkosaan,
jenis-jenis perkosaan dan bagaimana cara untuk mencegah terjadinya perkosaan
tersebut. Dan pembaca juga lebih bisa
memahami bagaimana penanganan untuk korban perkosaan itu.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
a. Perkosaan
adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain kedalam
vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya.
b. Dikatakan
suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang perempuan disiksa, dipukuli
sampai pingsan,atau ketika perempuan meronta, melawan, berupaya melarikan
setiap diri atau korban hendak bunuh diri,akan tetapi meskipun perempuan tidak
melawan,apapun yang dilakukan perempuan, bila perbuatan tersebut bukan
pilihan/keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan, bukan kesalahan
wanita.
c. Dalam
rumah tangga, hubungan seksual yang tidak diinginkan istri termasuk tindakan
kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
(sumber : yani widyastuti,dkk : 2009)
Perkosaan adalah hubungan seksual
tanpa kehendak bersama, yang dipaksakan oleh satu pihak kepada pihak lain,yang
juga dapat merupakan tindak pseudo seksual yaitu perilaku seksual yang tidak
selalu di motivasi dorongan seksual sebagai motivasi primer, melainkan
berhubungan dengan penguasaan dan dominan, agresi dan perendahan pada satu
pihak (korban) oleh pihak lainnya(pelaku).
(Sumber:
yanti,2011)
Perkosaan dapat terjadi pada
siapapun, termasuk wanita yang mengenakan jilbab dan berpakaian serta tertutup,
atau wanita yang telah memiliki sejumlah anak, wanita mengandung, atau bahkan
anak-anak. Namun demikian, cara berpakaian minim memang cenderung memperkokoh
cara pandang tentang wanita sebagai objek seks, sedangkan perkosaan sendiri
lazim terjadi dalam masyarakat yang memandang wanita sebagai pihak yang
memiliki derajat rendah serta memiliki fungsi sebagai pemuas nafsu seks pria.
Seorang
perempuan mempunyai pilihan untuk menolak atau menyetujui pendekatan seksual
dalam setiap hubungan seksual. Saat perempuan menolak, pria mempunyai pilihan
untuk menghormati kehendak perempuan tersebut dan menerima keputusannya atau
berupaya agar perempuan merubah keputusannya dengan bujukan/rayuan bahkan
dengan paksaan. Walaupun wanita mengenal pria tersebutdan mengiyakan,akan
tetapi bila karena tidak ada jalan lain untuk menolaknya, maka hal itu termasuk
perkosaan.
Persepsi
masyarakat mengenai apa yang disebut perkosaan selama bertahun-tahun bervariasi
dan terus-menerus berubah bahkan hingga kini. Ada perubahan dalam hukum pada
waktu terakhir ini, dan kini, seorang pria mungkin memerkosa istrinya.
Kekerasan seksual dan perkosaan dapat memengaruhi setiap wanita, terlepas
berapa usianya, kelas sosial, ataupun latar belakangnya. Ada persentasi tinggi
untuk kasus perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal korban, dan
kebanyakan berlangsung dirumah korban. Korban dapat diserang oleh lebih dari
satu orang penyerang, dan kekerasan seksual sering kali melibatkan tindakan
lainnya, memaksa korban ambil bagian dalam aktivitas seksual, dan melecehkan
korban. Sepertiga perilaku perkosaan mengalami disfungsi seksual.
Persepsi
masyarakat tentang perkosaan :
a. Biasanya
korban yang memprovokasi/mengundang kejadian perkosaan dengan menggunakan
pakaian yang minim ataupun dandanan yang berlebihan.
b. Sebenarnya
perempuan dapat menghindari terjadinya tindakan perkosaan.
c. Hanya
perempuan tertentu yang akan diperkosa.
d. Perkosaan
hanya terjadi di daerah asing pada malam hari.
e. Perkosaan hanya dilakukan oleh orang sakit/kriminal.
f. Pria
baik-baik tidak akan memperkosa kecuali karena undangan/rayuan dari perempuan.
g. Perempuan
sering mengaku diperkosa untuk balas dendam, mendapat santunan ataupun karena
ia mempunyai kepribadian mencari perhatian.
h. Perkosaan
terjadi karena pelaku tidak dapat mengendalikan impuls seksualnya.
2.2 MOTIVASI PERKOSAAN
a. Pria
ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara
mengancam (dengan senjata, secara fisik menyakiti perempuan,verbal dan
menggertak) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
b. Memperkokoh
kekuasaan. Hal ini bertujuan untuk meneror dan menaklukkan korban karena dengan
cara lain korban belum dianggap tunduk pada pelaku. Padahal kejadian yang
sesungguhnya karena adanya perasaan lemah, tidak mampu, tidak berdaya dari
pelaku. Misalnya kasus seorang perempuan yang menolak cinta seorang pemuda,
kemudian pemuda tersebut memperkosanya agar mau dijadikan istri.
c. Sebagai
cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik
masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta
ataupun kepuasaan seksual tidak penting.
d. Luapan
perilaku sadis, perilaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.
2.3 JENIS-JENIS PERKOSAAN
a. Perkosaan
oleh orang yang dikenal
1. Perkosaan
oleh suami/bekas suami
2. Perkosaan
oleh pacar/dating rape
3. Perkosaan
oleh teman kerja/atasan.
4. Pelecehan
seksual pada anak
b. Perkosaan
oleh orang yang tidak dikenal.
1. Perkosaan
korban perang. Korban wilayah konflik atau korban masa krisis politik/keamanan
suatu negara, yangmana wanita sangat rentan terhadap tindak perkosaan oleh
kelompok pengacau keamanan maupun oleh oknum petugas. Wanita diperkosa
dihadapan keluarganya supaya mereka merasa tertekan, malu dan menunjukkan
kepada lawan siapa yang lebih berkuasa diantara keduanya. Dapat juga terjadi
wanita disekap di dalam barak pengungsian atau di markas mereka dan dipaksa
melayani hasrat seksual mereka agar terus bisa hidup atau agar anak-anak wanita
tersebut tidak disakiti atau sekedar memperoleh makanan.
2. Perkosaan
berkelompok. Perkosaan terhadap wanita yangmana pelakunya lebih dari satu
laki-laki. Pada awalnya, pelaku mungkin hanya satu laki-laki, kemudian
laki-laki lain mengikuti memperkosa atau telah dirancang sebelumnya secara
beramai-ramai.
2.4 PEREMPUAN YANG RENTAN TERHADAP PERKOSAAN
a. Kekurangan
pada fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau permasalahan yang berkaitan
dengan fisik sehingga perempuan duduk diatas kursi roda, bisu, tuli, buta atau
keterlambatan mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
b. Pengungsi,
imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan/ gelandangan, didaerah peperangan.
c. Korban
tindak kekerasan suami/pacar.
2.5 PENCEGAHAN PERKOSAAN
a. Berpakaian
santun, berprilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
b. Melakukan
aktifitas secara bersamaan dalam berkelompok dengan banyak teman, tidak
berduaan.
c. Di
tempat kerja bersama teman/berkelompok,tidak berduaan dengan sesama pegawai
atau atasan.
d. Tidak
menerima tamu laki-laki kerumah,bila dirumah seorang diri.
e. Berjalan-jalan
bersama banyak teman,terlebih diwaktu malam hari.
f. Bila
merasa diikuti orang, ambil jalan kearah yang berlainan, atau berbalik dan
bertanya ke orang tersebut dengan nada yang keras dan tegas, apa maksud dia.
g. Membawa
alat yang bersuara keras seperti peluit,atau alat bela diri seperti parfum
spray, bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata.
h. Berteriak
sekencang mungkin bila diserang.
i.
Jangan ragu mencegah dengan mengatakan
“tidak”, walaupun pada atasan yang punya kekuasaan atau pacar yang sangat
dicintai.
j.
Ketika bepergian, hindari sendirian,
tidak menginap, bila orang tersebut merayu tegaskan bahwa perkataan dan
sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak nyaman, dan cepatlah
meninggalkannya.
k. Jangan
abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah
seperti dipegang, diraba, dicium, di ajak ketempat sepi.
l.
Waspada terhadap berbagai cara
pemerkosaan seperti : hipnotis, obat-obatan dalam minuman, permen, snack atau
hidangan makanan.
m. Saat
ditempat baru, jangan terlihat bingung. Bertanya pada polisi, hansip atau
instansi.
n. Menjaga
jarak / space interpersonal dengan lawan jenis. Di eropa space interpersonal
dengan jarak 1 meter.
Cara menghindari perkosaan dari
orang yang dikenal dengan belajar percaya pada perasaan/insting, meningkatkan kewaspadaan
bila :
a. Mempunyai
perasaan tidak enak bahwa ada sesuatu yang tidak wajar.
b. Merasa
takut/khawatir atau ingin segera meninggalkannya.
c. Merasa
tidak nyaman dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang itu.
d. Merasa
risih kontak fisik dengan orang tersebut.
e. Lebih
baik menyakiti hati laki-laki daripada menjadi korban perkosaan.
Cara membantu anak-anak terhindar
dari bahaya perkosaan :
a. Mengajari
bila seseorang akan menyentuhnya yang mengarah seksual.
b. Tidak
mencampur anak gadis dengan anak laki-laki.
c. Memastikan
anak-anak tahu bagaimana cara mencari bantuan.
d. Mempercayai
bila anak mengatakan takut dengan seseorang atau yang lebih dewasa.
Tindakan perempuan pada saat tindak
perkosaan :
a. Perempuan
harus mempunyai keberanian, ketegasan untuk berkata, dan keyakinan dalam
mengadakan perlawanan.
b. Berteriak
sekencang mungkin agar orang lain mengetahui kejadian dan bisa memberi bantuan
dan menjadi saksi bila mengadukan masalah pada polisi.
c. Berusaha
melawan pelaku dengan bela diri semampunya.
d. Berdoa.
Cara
bela diri untuk melemahkan lawan :
a. Bila
pelaku dari arah belakang, gunakan siku anda dan sodokkan ke perutnya.
b. Colokkan
jari-jari anda kedalam matanya.
c. Kepalkan
tangan untuk memukul kepalanya.
d. Pegang
dan remas skrotumnya sekuat tenaga.
e. Hidungnya
dipukul sekeras mungkin.
f. Gigit
telinganya sekeras mungkin.
g. Tendang
kuat-kuat tungkai kaki bagian depan.
h. Gunakan
lutut bila pelaku dari arah depan atau tungkai bila pelaku dari arah belakang
untuk membuat luka, memar pada kemaluannya.
Sikap
terhadap korban perkosaan :
a. Menumbuhkan
kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan kesalahannya.
b. Menumbuhkan
gairah hidup.
c. Menghargai
kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
d. Mendampingi
untuk periksa atau lapor pada polisi.
Resiko
kesehatan pada korban perkosaan :
a. Kehamilan.
Dapat dicegah dengan minum kontrasepsi darurat pada 24 jam pertama.
b. Terjangkit
infeksi menular seksual.
c. Cidera
robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
d. Hubungan
seksual dengan suami mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma
ataupun merasa diri telah ternoda.
e. Gejala
psikologis ringan hingga gangguan psikologis berat. Pada waktu singkat
perempuan korban perkosaan menyalahkan diri sendiri, sebab merasa dirinya yang
menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu
menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia/gangguan tidur,
aneroksia/tidak nafsu makan. Kecemasan mendalam, perasaan malu untuk
bersosialisasi. Gejala psikologi tersebut dapat berkembang bila penanganan
tidak adekuat seiring dengan makin bertambah waktu yaitu perasaan tidak punya
daya upaya, marah yang membara, merasa diri tidak berharga,timbul gejala
psikosomatis seperti : mual, muntah, sakit kepala, badan sakit. Selain itu
dapat timbul ketakutan yang luar biasa / fobia, mengurung diri. Gejala
psikologi ini tiap perempuan berbeda tergantung dari tipe kepribadian terbuka
atau tertutup, dukungan dari keluarga dan lingkungan, persepsi diri dengan apa
yang dialami, pengalaman dalam menghadapi stress, koping mekanisme/teknik mengatasi
masalah sebelumnya.
Tindakan
pada saat serangan seksual :
a. Hindari
menangis atau minta belas kasihan.
b. Hindari
kepanikan, tetap waspada, bertindak saat pelaku lengah.
c. Berjuang
untuk pembelaan diri seperti : menendang, teriak, menawar, melakukan strategi
perlawanan.
d. Amati
ciri khusus pelaku.
e. Manfaatkan
evaluasi situasi terbaik.
2.6 TINDAKAN SETELAH TINDAK PERKOSAAN
Respons pihak kepolisian terhadap
perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga sangat penting. Perlu diupayakan
agar korban merasa dipercaya. Mereka sama sekali tidak ingin merasa lebih tidak
nyaman lagi. sikap ini mendorong korban lain membuka suara dan barang kali akan
membantu mengurangi angka kejadian penganiayaan semacam ini. Bila berniat
melaporkan perkara pada polisi, jangan menunda waktu. Hindari tindakan-tindakan
yang dapat dijadikan barang bukti, sehingga tidak perlu mandi terlebih dahulu
dan membawa semua pakaian yang dipakai pada saat tindak perkosaan sebagai
bukti. Bila belum lapor polisi, datang pada tenaga kesehatan, walaupun tidak
ada cidera. Petugas kesehatan akan memeriksa tanda-tanda cidera sayatan,
robekan, memberi therapi pencegah kehamilan/kontrasepsi darurat dan pencegahan
PMS.
Hal-hal
yang harus diperhatikan pada saat lapor polisi :
a. Mendiskripsikan
urutan kejadian.
b. Menunjukkan
pelaku bila mengenal atau ciri-ciri orang tersebut bila tidak kenal.
c. Korban
perkosaan akan dilakukan visum atas permintaan polisi.
d. Kesaksian
pada saat pelaku diperiksa di kantor polisi atau dalam persidangan.
e. Meminta
penasehat hukum.
2.7 PENANGANAN
Saat korban perkosaan membuka rahasia
mengenai apa yang menimpa mereka, dibutuhkan penanganan yang hati-hati dan
dukungan yang besar untuk membantu mereka menghadapi masalah yang dihadapi.
Penting bagi korban perkosaan dan kekerasan untuk bisa mengendalikan diri
mereka sendiri dan sebaiknya mereka tidak di dorong untuk menjelaskan detail
hal tersebut, yang memang tidak relevan dalam waktu dekat.
Wanita
korban perkosaan dan kekerasan seksual biasanya datang ke Accident dan Emergency Department (Departemen kecelakaan dan
Kedaruratan), tempat praktik dokter, atau klinik keluarga berencana dengan
berbagai keluhan. Mereka datang sesaat setelah penyerangan atau agak lama
setelah peristiwa itu. Ada yang meminta kontrasepsi darurat, apusan serviks,
atau dirujuk ke klinik kemih kelamin. Perkosaan dapat menimbulkan dampak jangka
panjang bukan hanya pada wanita yang terlibat, tetapi juga pasangannya dan
hubungan yang mereka bina. Korban perkosaan membutuhkan layanan tim pendukung,
dan konseling serta psikoterapi dapat membantu. Seiring waktu, dengan
penanganan baik, korban secara perlahan akan mulai menata kembali kehidupan
mereka.
Tugas
tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan :
a. Bersikap
dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b. Memberikan
asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera,
pemberian kontrasepsi darurat.
c. Mendokumentasikan
hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d. Memberikan
asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e. Memberikan
konseling dalam membuat keputusan.
f. Membantu
memberitahukan pada keluarga.
Upaya promotif :
a. Meningkatkan
keterampilan bagi tenaga kesehatan pada pertolongan tindak perkosaan untuk
mengatasi masalah kesehatan dan dalam memberi dukungan bila ingin melapor
kepolisi.
b. Penguasaan
seni atau keterampilan bela diri bagi para wanita.
c. Penyelenggaraan
pendidikan seksual untuk remaja
d. Sosialisasi
hukum yang terkait.
Pasal
dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak perkosaan :
a. Pasal
281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan
b. Pasal
289-298 KUHP tentang Pencabulan
c. Pasal
506 KUHP tentang Mucikari.
d. Undang-Undang
Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
e. Undang-undang
no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
2.8 DAMPAK PERKOSAAN
Reaksi
yang terjadi setelah kejadian perkosaan :
a. Fase
akut (segera setelah serangan terjadi)
Korban mengalami syok dan rasa
takut yang sangat kuat, kebingungan, disorganisasi, lemah, lelah tidak dapat
dijelaskan secara rinci/tepat apa yang terjadi (apa,siapa, dan bagaimana ciri
penyerang)
b. Fase
kedua (adaptasi awal)
Individu menghayati berbagai emosi
negatif seperti pemberontakan, ketakutan, terhina, malu, mual dan jijik yang
pada berikutnya dapat ditanggapi dengan represi dan pengingkaran sebagai upaya
untuk mencoba menutup pengalaman yang menyakitkan.
c. Bertahun-tahun
ditandai dengan upaya individu untuk keluar dari trauma yang dialami dan
sungguh-sungguh menerima apa yang terjadi sebagai sesuatu fakta yang memang
terjadi. Pada fase ini tidak jarang individu menampilkan ciri-ciri depresi,
mengalami mimpi-mimpi buruk atau kilas balik kejadian.
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Perkosaan
adalah hubungan seksual tanpa kehendak bersama, yang dipaksakan oleh satu pihak
kepada pihak lain,yang juga dapat merupakan tindak pseudo seksual yaitu
perilaku seksual yang tidak selalu di motivasi dorongan seksual sebagai
motivasi primer, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan dominan, agresi
dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya(pelaku).
2. Jenis
perkosaan ada 2 yaitu :
·
Perkosaan oleh orang yang dikenal
·
Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal
3. Wanita
yang rentan terhadap tindak perkosaan adalah wanita yang memiliki Kekurangan
pada fisik dan mental, Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan/
gelandangan, didaerah peperangan dan Korban tindak kekerasan suami/pacar.
4. Tugas
tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan :
a. Bersikap
dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b. Memberikan
asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera,
pemberian kontrasepsi darurat.
c. Mendokumentasikan
hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d. Memberikan
asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e. Memberikan
konseling dalam membuat keputusan.
f. Membantu
memberitahukan pada keluarga.
3.2 SARAN
Dari hasil
pembuatan makalah kami, mungkin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya
pembuatan makalah yang sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Andrews,Gilly
(2009). Kesehatan Reproduksi Wanita edisi
2. jakarta : EGC
Widyastuti,yani,
Dkk (2009).Kesehatan Reproduksi.Fitramaya
Yanti (2011). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta :
Pustaka Rihama
No comments:
Post a Comment