01/09/2015

KONSEP DASAR DISTOSIA : ASKEB IV



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Distosia ialah persalinan yang sulit.  Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan,yaitu:
1.      Kelainan tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2.      Kelainan janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.

3.      Kelainan jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

1.2  TUJUAN
Memahami jenis kasus,dasar-dasar patologi ASUHAN KEBIDANAN dan dapat mengenal penyimpangan yang yang terjadi,sehingga penanganan cepat dan tepat dapat dilakukan.         


 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  DISTOSIA KARENA KELAINAN TENAGA
Distosia ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan,yaitu:
1.      Kelainan tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2.      Kelainan janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
3.      Kelainan jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.

Secara singkat dapat dikemukakan bahwa his yang normal mulai dari salah satu sudut difundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh, hingga tekanan dalam ruang amnion kembali keasalnya ± 10 mm Hg.
a)      Jenis jenis kelainan his
-          INERSIA UTERI   : disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman,singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama kketuban masih utuh umunya tidak banyak bahaya,baik bagi ibu maupun bagi janin. Kecuali, jika persalinanberlangsung terlalu lama,dalam hal terakhir di morbiditas ibu dan mortalitas janin naik. Kelainan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Diagnosa inersia uteri paling sulit dalam masa laten, untuk hal ini diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu pendataran atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang penderita unuk inersia uteri, pada hal persalinan belum mulai.
-          HIS TERLAMPAU KUAT : his terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraksion. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam, dinamakanpartus presipitatus. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khusunya serviks uteri vagina dan perenium, sedangkan pada bayinya bisa mengalami perdarahan pada tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan yang kuat dalm waktu singkat. Batas antara bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan meninggi. Dalam keadaaan demikian  lingkaran retraksi patologik atau lingkaran bandl. Ligament rotunda menjadi teggang serta lebih jelasteraba, penderita merasa nyeri terus menerus dan merasa gelisah. Akirnya apabila tidak diberi pertolongan, regaggan segmen bawah uterus melampaui kekuatan jaringan, terjadilah rupture uteri.
-          INCORDINATE UTERINE ACTION : disini sifat his berubah. Tonus otot uterus meningkat.juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hioksia pada janin.
b)      Etiologi
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khusnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kekuatan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli, satu sebab yang paling penting dalam kelainan his,khususnya inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda maupun hidrmnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan pada pembentukan uterus pada masa embrional,misalnya uterus bikornis unikolis,dapat pula mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada sebagian besar kasus, kurang lebih separuhnya, penyebabnya inersia uteri ini tidak diketahui.
c)      Penanganan
Dalam mengahdapi persalinan yang lama oleh sebab apapun keadaan wanita harus diawasi dengan seksama seperti:
-          tekanan darah diukur setiap empat jam sekali malahan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala pre eklampsia.
-          denyut jantung janin setangah jam sekali dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala 2. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi makanan biasa melainkan belum dalam bentuk cairan.
-          Sebaiknya beri cairan intravena  larutan glukosa 5% dan larutan NaCL secara berganti-ganti.untuk mengurangi rasa nyeri diberi pethidin 50 mg yang dapat diulangi pada permulaan kala 1 dapat diberi morfin 10 mg.
-          pemeriksaan dalam perlu diadakan akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam mengandung banyak infeksi.apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian seksama tentang keadaan.
-          Selain penilaian keadaan umum,perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah dimulai atau masih dalam tingkat flase labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate uterine action dan apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan. Apabila seviks sudah terbuka untuk sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah dimulai. 
Dalam menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah pecah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh di tunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat di ambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau apakah persalinan dapat dibiarka berlangsung terus.

1.      Inersia uteri. Dahulu selalu diajarkan bahwa menunggu merupakan sikap terbaik dalam menghadapi inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini di anut terutama karena bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena disadari bahwa menunggu terlampau lama dapat menambah bahaya kematian janin, dan resiko tindakan pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu.
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelfik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk kedalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang – kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya perjalanan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus oksitosin di berikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan kedaan denyut jantung janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya untuk memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan kepala penderita yang telah pernah mengalami seksio sesarea atau miomektomi. Karena memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis, disamping pemberian oksitosin dengan jalan infus intravena gejala-gejala tersebut perlu di atasi.
           Maksud pemberian oksitosin ini adalah memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu singkat. Oleh karena iu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan,supaya penderita dapat beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan intramuskular dapat menimbulkan incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Disini sering kali 0,5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptura uteri. Pemberian intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila penemuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan baik.
2.      His terlalu kuat. Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya bayi sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan berulang pada persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita dirawat sebelum persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindarkan terjadinya ruptura perinei tingkat ketiga. Bilamana his kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya akan terjadi ruptura uteri. Dalam keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.
3.      Incoordinate uterine action. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi kekuatan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morphin, pethidin, dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis. Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran kontriksi dalam kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam., lingkaran konstriksi mungkin dapat diraba. Dengan narkosis dalam, lingkaran tesebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat dilahirkan dnegan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Pada distosia servikalis primer diambil sikap seperi incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus.

2.2  DISTOSIA PADA KELAINAN  JANIN
A.    KELAINAN LETAK
a.      Kelainan letak, presentasi atau posisi
1)      Posisi oksipitalis posterior persistens
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melaluipintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Meskipun ubun-ubun kecil berada di kiri atau di kanan belakang pada umumnya tidak akan terjadi kesulita perputarannya kedepan, yaitu bila kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal. Dalam keadaan fleksi , bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul ialah oksiput. Oksiput akan memutar ke depan karena dasar panggul dengan muskulus levator ani nya membentuk ruang yang lebih luas di depan, sehingga memberikan tempat yang lebih sesuai bagi oksiput. Dengan demikian keberadaan ubun-ubun kecil di belakang masih dapat di anggap sebagai variasi persalinan biasa. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap di belakang. Keadaan ini dinamakan oksiput posterior persistens.
2)      Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati jalan lahir berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala tersebut tidak terjadi, sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi atau presentasi muka. Prsentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan , sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih berat, sehingga dahi merupakaan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila derajat defleksinya maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang terendah.
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala. Mekanisme persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior persistens, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya. Perbedaannya ialah pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal,sedangkan lingkaram kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah simpisis ialah gabella.

3)      Presentasi muka
Presentasi muka ialah dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka bagian meupakan bagian terendah menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer apabila sudah terjadi sejak masa kehamilan dan dikatakan sekunder bila baru terjadi pada waktu persalinan. Angka-angka kejadian di beberapa rumah sakit dengan jumlah persalinan yang banyak di Indonesia sukar dibandingkan, karena perbandingan antara kasus-kasus terdaftar dengan kasus tidak terdaftar berbeda-beda antara rumah sakit satu dengan rumah sakit lainnya. Di rumah sakit Dr. Cipto mangunkusumo selama 5 tahun angka kejadian presentasi muka kurang dari 0,1 % antara 12.827 persalinan.

4)      Presentasi dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala berada di antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala.angka keajdian presentasi dahi kurang lebih satu di antara 400 persalinan.



5)      Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pemeriksaan dalam hanya dapat di raba bokong. Pada presentasi bokong kaki sempurna di samping bokong dapat di raba kedua kaki. Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki bagian paling rendah ialah satu atau dua kaki.

6)      Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uteri dengan kepala pada sisi yang satu dengan sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada didepan (dorsoanteral), di belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), atau di bawah (dorsoinferior).

7)      Presentasi Ganda
Presentasi ganda ialah keadaan dimana di samping kepala jani di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan satu kaki, atau keadaan dimana disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda jarang ditemukan; yang paling sering diantaranya ialah adanya tangan atau lengan disamping kepala.
Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang kecil. Diagnosis berdasarkan pemeriksaan luar saja sulit ditentukan, sedangkan pada pemeriksaan dalam, disamping kepala atau bokong dapat diraba tangan., lengan atau kaki. Kemungkinan pada pemeriksaan dalam teraba juga tali pusat menumbung, yang sangat mempengaruhi prognosis janin. Pada presentasi ganda pada umunya tidak ada indikasi untuk mengambil tindakan, karena pada panggul dengan ukuran normal, persalinan dapat spontan pervaginam. Akan tetapi apabila lengan seluruhnya menumbung di samping kepala, sehingga menghalangi turunnya kepala, dapat dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong dimasukkan kedalam vagina dan mendorong lengan janin ke atas melewati kepalanya, kemudian kepala di dorong kedalam rongga panggul dengan tekanan dari luar.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolapsus funikuli, maka penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila janin dalam keadaan baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan seksio sesarea, sedangkan bila pembukaan lengkap, panggul mempunyai ukuran normal pada multipara dapat dipertimbangkan untuk melahirkan janin pervaginam. Dalam keadaan janin sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu.

B.     KELAINAN DALAM BENTUK JANIN
1)      Pertumbuhan janin yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000-5000 gram, pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes melitus, pada postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan.

2)      Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel biasanya antara 500 sampai 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang dapat mencapai 5 liter. Hidrodefalus seringkali disertai kelainan bawaan lain seperti misalnya spina bifida. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak sungsang. Bagaiman pun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvik dalam segala akibatnya.


C.    KELAINAN BENTUK JANIN YANG LAIN
1.      JANIN KEMBAR-MELEKAT
Janin kembar melekat ialah keadaan dimana terdapat perlekatan antara 2 janin pada kehamilan kembar. Pada jenis pertama kadang-kadang janin yang satu sangat kecil dan tidak lengkap, sehingga seolah-olah merupakan parasit yang lain, pada jenis kedua ,penyatuan terjadi secara longitudinal atau secara lateral
Diagnosis janin kembar melekat sukar ditentukan antepartum. Kadang-kadang pemeriksaan rongenotlogik yang dilakukan atas dugaan adanya hamil kembar dapat menunjukan adanya penyatuan kedua janin. Pada umum nya diagnosis dapat ditegakan bila persalinan macet dan pada pemeriksaan jalan lahir kelainan tersebut kebetulan ditemukan oleh tangan penolong.
Apabila terjadi kemacetan dapt dilakukan tindakan vaginal dengan merusak janin,atau melakukan SC. Tindakan pertama dilakukan lebih mudah pada letak sungsang karena kaki janin dapat digunakan sebagai peggangan dalam melaksankan tindakan tersebut. Pada umunya Sc lebih aman untuk melahirkan janinkembar melekat daripada melakukan pembedahan vaginal yang sukar. Pada antenatal care yang baik dengan mempergunakan USGpada 16-18 minggu kehamilan atau M.R.I kiranya lebih dini dapat ditentukan apakah kehamilan dapat dilangsungkan atau dihentikan mengingat prognosis dari monster tersebut tidak selalu baik.

2.      JANIN DENGAN PERUT BESAR
Pembesaran perut yang menyebabkan distosia , akibat dari asites atau tumor hati,limpa,ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai. Kandung kencing yang sangat penuh dapat pula menimbulkan gejala yang sama. Diagnosis dapat dibuat dengan memasukan tangan kedalam uteru, dan meraba perut janin. Apabila terjadi kesukaran persalinan,bila perut berisi cairan (aistes,tumorkistik),dapat dilakukan pungsi perut, akan tetapi bila disebabkan oleh tumor padat, sebaiknya dilakukan SC ata pengecilan tumor pervaginam.

3.      TUMOR-TUMOR LAIN PADA JANIN
Disamping tumor-tumor pada perut yang dibahas di atas, masih ada tumor-tumor pada bagian lain  tubuh janin yang dapat menyebabkan distosia. Tetapi bila dijumpai, terapi yang terbaik ialah SC. Tumor pada daerah pelvis janin, biasanya merupakan jenis terotoma atau janin kembar melekat jenis pigomelus parasitikus. Pada presentasi kepala, tumor pelvis biasanya tidak menimbulkan kesukaran persalinan,kesukaran lebih sering terjadi bila jani dalam letak sungsang,dan untuk in perlu dilakukan pengecilan tumor pervaginam.

4.      PROLAPSUS FUNIKULI
Ialah keadaan dimana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah.
Apabila tali pusat dapat diraba disampig atau lebih rendah dari bagian bawah janin sedang ketuban belum pecah,keadaan itu dinamakan tali pusat terdepan. Pada presentasi kepala,prolapsus funikuli  sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenas janin.

5.      Penanganan
Pada prolapsus funikuli, janin menghadapi bahaya hipoksiia,karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan ancaman bahaya tersebut sewaktu-waktu dapat terjadi. Pada prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut,tetap pembukaan belum lengkap, maka hanya 2 pilihan yakni melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan persalinan dengan sesaria.
Cara terbaik melakukan reposisi ialah dengan memasukan gumpalan kassa yang tebal kedalam jalan lahir, melilitkannya dengan hati –hati ketali pusat ,kemudian mendorong seluruhnya perlahan-lahan kekavum uteri diatas bagian terendah janin.

2.3  DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR
A.     Macam – Macam Distosia Jalan Lahir
Panggul-panggul menurut morfologinya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya adalah :
1)      Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2)      Panggul antropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3)      Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit.
4)      Panggul paltipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Oleh Caldwell dan Moloy dijelaskan pula bahwa jenis-jenis pokok seperti digambarkan diatas tidak seberapa sering terdapat. Yang lebih sering ditemukan ialah pangul-panggul dengan ciri-ciri jenis yang satu di bagian belakang dengan ciri-ciri jenis yang lain dibagian depan. Berhubung dengan pengaruh faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian standar untuk panggul normal pada seorang wanita eropa berlainan dengan standar seorang wanita Asia tenggara.
Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenis pokoknya, kelahiran pervaginam janin dnegan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal. Sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam. Terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi. Di samping panggul-panggul sempit karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok tersebut di atas kurang dari normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang lain, yaitu umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
1.      Kesempitan Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul picak turunnya belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin dapat dipengaruhi oleh jenis asinklitismus; dalam hal ini asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior oleh karena pada mekanisme yang terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling bawah tertahan oleh simfisis, sedang pada asinklitismus anterior os parietale anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm, sehingga kesempitan pintu atas panggul sering ditegakkan bila ukuran Conjugata Diagonalis <10

2.      Kesempitan Pintu Tengah Panggul
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian  pada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.
3.      Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakti distansia ruberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang daripada 800). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perinium. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
2.4  DISTOSIA KELAINAN ALAT KANDUNGAN
A.    PERINIUM
Perinium, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses persalinan. Apabila perinium cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala tidak mengalami kesukaran apapun. Biasanya perinium robek; paling sering terjadi ruptura perinei tingkat II, kadang-kadang tingkat III.
Perinium yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan resiko kematian bagi janin, dan menyebabkan kesukaran – kerusakan jalan lahir yang luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umurnya lebih dari 35 tahun, yang lazim disebut primi tua.
Apabila perinium kaku, maka robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat dihindarkan. Dengan membuat episiotomi mediolateral yang cukup luas (5-6 cm) ruptura perinei tingkat III dapat dicegah dan partus kala II dipercepat.
Lebarnya perinium biasanya 4 cm dari kommissura posterior ke anus akan tetapi kadang-kadang ada yang lebih sempit dan ada pula yang lebih lebar. Pada perinium yang sempit mudah terjadi ruptura perinei tingkat III apabila tidak dibuat episiotomi mediolateral. Sebaliknya, perinium yang lebar tidak mudah mengakibatkan robekan hingga muskulus sfingter ani eksternus; episiotomi medial, yang penjahitannya lebih mudah dan penyembuhannya lebih sempurna, biasanya cukup aman. Walaupun sangat jarang, akan tetapi ada kalanya terjadi apa yang disebut ruptura perinei sentralis pada perinium yang sangat lebar, yakni anak tidak lahir melalui liang kemaluan, melainkan robekan dinding-belakang vagina dan robekan perinium bagian belakang. Introitus vagina tetap utuh.
B.     VULVA
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
1.      Oedema Vulva
Bisa timbul pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala pre eklamsia akan tetapi dapat pula mempunyai sebab lain misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama dengan penderita dibiarkan mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva. Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.

2.      Stenosis Vulva
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulakn kesulitan. Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi, yang cukup luas. Kelainan congenital pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya orifisium utrethra eksternum tampak dapat pula, terjadi. Penanganan ini ialah mengadakan sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala.

4.      Kelainan Bawaan
Atresia vulva dalam bentuk atresia hymenalis yang menyebabkan hematokolpos, hematimetra dan atresia vagina dapat menghalangi konsepsi, kecuali apabila dikoreksi dengan tindakan operatif. Lebih sering dijumpai penyempitan vulva dan vagina sebagai akibat perlekatan atas parut yang disebabkan oleh peradangan dan perlukaan waktu persalinan.
Kelainan bawaan vagina yang cukup sering dijumpai waktu kehamilan dan persalinan ialah septum vagina, terutama yang vertikal longitudinal. Septum itu dapat terbentang dalam dalam seluruh vagina dari serviks sampai introitus vagina (septum lengkap), akan tetapi ada pula yang terdapat pada sebagian vagina, distal, atau proksimal. Biasanya koitus tidak mengalami kesukaran. Septum yang lengkap sangat jarang menyebabkan distosia, karena separoh vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar sewaktu kepala lahir. Akan tetapi, septum yang tidak lengkap kadang-kadang menghambat turunnya kepala. Septum itu tampak melekat anteroposterior pada kepala, menyerupai pita otot yang tegang, ada yang tebal dan ada yang tipis. Pita itu dapat putus dengan sendirinya berkat dorongan kepala atau apabila tebal dan kuat, perlu digunting dan kemudian diikat dengan jahitan. Septum vagina yang melintang dengan lubang kecil ditengahnya sangat jarang dijumpai dan biasanya tidak menghambat persalinan; hanya pemeriksaan dalam dipersulit karena lubang sentral pada septum itu dapat disangka pembukaan.
Striktura vaginae (menyempitnya lumen vagina) yang kongenital biasanya tidak menghalang-halangi turunnya kepala. Akan tetapi yang disebabkan oleh parut akibat diperlukan dapat menyebabkan distosia. Dalam hal terakhir seksio sesarea dapat dipertimbangkan.

5.      Varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir. Setelah bayi lahir keluhan-keluhan itu hilang atau berkurang. Dahulu disangka bahwa uterus gravidus yang besar menekan pembuluh-pembuluh darah besar di depan dan disamping tulang punggung, sehingga kembalinya darah vena dari bagian bawah ke jantung menjadi kurang lancar. Dengan demikian terjadi bendungan dalam pembuluh-pembuluh balik di tungkai (vena femoralis, vena safena magna, dan pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit), di vagina, di vulva (pleksus pudendus), dan di anus (pleksus hemoroidalis) dengan akibat melebarnya pembuluh-pembuluh balik itu. Pandangan ini tidak dapat menerangkan kenyataan bahwa varises sudah dapat timbul dalam kehamilan muda, biasanya dalam kehamilan 12 minggu. Bahkan beberapa wanita sudah mengetahui bahwa mereka hamil dari lebih jelasnya gambaran vena di daerah tertentu atau timbulnya varises, sebelum haidnya terlambat. Maka sekarang pelebaran-pelebaran pembuluh balik itu dianggap sebagai reaksi sistem vena, terutama dindingnya, terhadap perubahan hormonal dalam kehamilan. Kiranya otot polos dinding pembuluh darah, seperti otot-otot ditempat-tempat lain, melemah akibat pengaruh hormon-hormon steroid. Karena melemahnya dinding pembuluh dengan akibat melebarnya pembuluh-pembuluh balik itu, maka isi sistem vena bertambah dalam kehamilan dengan kira-kira 150%. Faktor predisposisi agaknya memegang peranan pula dalam timbulnya varises dalam kehamilan.
Bahaya varises dalam kehamilan dan persalinan, baik yang di vulva/vagina maupun yang di tungkai, ialah kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Selain bahaya perdarahan yang mungkin berakibat fatal, dapat pula terjadi emboli udara.
6.      Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan ikat yang renggang divulva, sekitar vagina atay ligamentum latum. Hematoma vulva dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar. Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila besar harus insisi dan bekuan darah dikeluarkan.

C.     VAGINA
Kelainan yang dapat menyebabkan distosia adalah :
1.      Kelainan Vagina
Pada aplasia vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan terdapat cekungan yang agak dangkal atau yang agak dalam.Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru beberapa metode sudah dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit. Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga terdapat satu septum yang horizontal, bila penetupan vagina ini menyeluruh menstruasi timbul tapi darahnya tidak keluar, namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan timbul kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.

2.      Stenosis Vagina Kongenital
Jarang terdapat , lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya janin.
Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.

3.      Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janinm per vaginam, adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung secara per vaginam atau diselesaikan dengan seksio sesar.


4.      Kista Vagina
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra eksterna. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.

D.    SERVIKS
Kelainan yang penting berhubungan dengan persalinan ialah
1.      Distosia Servikalis
Karena dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis atau disebaut dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukkan ke orifisium ini biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai akibat infeksi atau operasi.

E.     UTERUS
1.      Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan abortus atau retroflexio uteri gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan pada uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup bulan. Jika ini terjadi, maka partus dapat terjadi rupture uteri.
2.      Prolapsus Uteri
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkut\rang karena setelah bulan ke IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.
3.      Kelainan Bawaan Uterus
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan. Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi.
Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila kedua saluran muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina.
 

BAB III
PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
Distosia ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan,yaitu:
1.      Kelainan tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2.      Kelainan janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin.
3.      Kelainan jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khusnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor emosi mempengaruhi kekuatan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli, satu sebab yang paling penting dalam kelainan his,khus nya inersia uteri ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin.
3.2              SARAN
Diharapkan agar semua mahasiswi khusus nya mahasiswi kebidanan memahami,mengerti dan melaksanakan apa yang telah kami bahas di makalah.jika pambaca tidak memahami makalah kami di harap kan agar mahasiswi menanyakan sendiri kepada penulis nya

 
 

DAFTAR PUSTAKA
·         Prawirohardjo, Sarwono (2007), Ilmu Kebidanan. Jakarta
·         Prawirohardjo, Sarwono (1999), Bagian Obstetric dan Ginekologi Ilmu Kandungan. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo: Jakarta

No comments:

Post a Comment