BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Distosia
ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3
golongan,yaitu:
1. Kelainan
tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa
rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak
dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan
janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan
jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
1.2
TUJUAN
Memahami jenis kasus,dasar-dasar
patologi ASUHAN KEBIDANAN dan dapat mengenal penyimpangan yang yang
terjadi,sehingga penanganan cepat dan tepat dapat dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DISTOSIA KARENA KELAINAN TENAGA
Distosia
ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3
golongan,yaitu:
1. Kelainan
tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa
rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak
dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan
janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan
jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Secara
singkat dapat dikemukakan bahwa his yang normal mulai dari salah satu sudut
difundus uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri
dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri dimana lapisan otot uterus
paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh,
hingga tekanan dalam ruang amnion kembali keasalnya ± 10 mm Hg.
a) Jenis
jenis kelainan his
-
INERSIA UTERI : disini his bersifat biasa dalam arti bahwa
fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain,
peranan fundus tetap menonjol. Kelainan terletak dalam hal bahwa kontraksi
uterus lebih aman,singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita
biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama kketuban masih utuh umunya
tidak banyak bahaya,baik bagi ibu maupun bagi janin. Kecuali, jika
persalinanberlangsung terlalu lama,dalam hal terakhir di morbiditas ibu dan
mortalitas janin naik. Kelainan ini dinamakan inersia uteri primer atau
hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk
waktu yang lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder. Diagnosa inersia
uteri paling sulit dalam masa laten, untuk hal ini diperlukan pengalaman.
Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri, tidak cukup untuk membuat diagnosis
bahwa persalinan sudah dimulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan
bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi perubahan pada serviks, yaitu
pendataran atau pembukaan. Kesalahan yang sering dibuat ialah mengobati seorang
penderita unuk inersia uteri, pada hal persalinan belum mulai.
-
HIS TERLAMPAU KUAT :
his terlampau kuat atau juga disebut hypertonic uterine contraksion. His yang
terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu
yang sangat singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam,
dinamakanpartus presipitatus. Bahaya partus presipitatus bagi ibu ialah
terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khusunya serviks uteri vagina dan
perenium, sedangkan pada bayinya bisa mengalami perdarahan pada tengkorak
karena bagian tersebut mengalami tekanan yang kuat dalm waktu singkat. Batas antara
bagian atas dan segmen bawah atau lingkaran retraksi menjadi sangat jelas dan
meninggi. Dalam keadaaan demikian
lingkaran retraksi patologik atau lingkaran bandl. Ligament rotunda
menjadi teggang serta lebih jelasteraba, penderita merasa nyeri terus menerus
dan merasa gelisah. Akirnya apabila tidak diberi pertolongan, regaggan segmen
bawah uterus melampaui kekuatan jaringan, terjadilah rupture uteri.
-
INCORDINATE UTERINE
ACTION : disini sifat his
berubah. Tonus otot uterus meningkat.juga diluar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi
bagian-bagiannya. tengah dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu tonus otot uterus
yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat
pula menyebabkan hioksia pada janin.
b) Etiologi
Kelainan his terutama ditemukan
pada primigravida, khusnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak
ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor
emosi mempengaruhi kekuatan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli,
satu sebab yang paling penting dalam kelainan his,khususnya inersia uteri ialah
apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus
seperti misalnya pada kelainan letak janin. Peregangan rahim yang berlebihan
pada kehamilan ganda maupun hidrmnion juga dapat merupakan penyebab dari
inersia uteri yang murni.
Akhirnya gangguan pada pembentukan
uterus pada masa embrional,misalnya uterus bikornis unikolis,dapat pula
mengakibatkan kelainan his. Akan tetapi pada sebagian besar kasus, kurang lebih
separuhnya, penyebabnya inersia uteri ini tidak diketahui.
c) Penanganan
Dalam mengahdapi persalinan yang
lama oleh sebab apapun keadaan wanita harus diawasi dengan seksama seperti:
-
tekanan darah diukur
setiap empat jam sekali malahan
pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala pre eklampsia.
-
denyut jantung janin
setangah jam sekali dalam kala 1 dan lebih sering dalam kala 2. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk
melakukan tindakan pembedahan dengan narkosis, hendaknya wanita jangan diberi
makanan biasa melainkan belum dalam bentuk cairan.
-
Sebaiknya beri
cairan intravena larutan glukosa 5% dan
larutan NaCL secara berganti-ganti.untuk mengurangi rasa nyeri diberi pethidin
50 mg yang dapat diulangi pada permulaan kala 1 dapat diberi morfin 10 mg.
-
pemeriksaan dalam perlu
diadakan akan tetapi harus selalu disadari bahwa tiap pemeriksaan dalam
mengandung banyak infeksi.apabila
persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan
penilaian seksama tentang keadaan.
-
Selain penilaian
keadaan umum,perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah dimulai atau
masih dalam tingkat flase labour, apakah ada inersia uteri atau incoordinate
uterine action dan apakah tidak ada disproporsi sefalopelvik biarpun ringan.
Apabila seviks sudah terbuka untuk sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa
persalinan sudah dimulai.
Dalam
menentukan sikap lebih lanjut perlu diketahui apakah ketuban sudah pecah atau
belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka keputusan untuk menyelesaikan
persalinan tidak boleh di tunda terlalu lama berhubung dengan bahaya infeksi.
Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat di ambil keputusan
apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau apakah
persalinan dapat dibiarka berlangsung terus.
1.
Inersia uteri.
Dahulu selalu diajarkan bahwa menunggu merupakan sikap terbaik dalam menghadapi
inersia uteri selama ketuban masih utuh. Pendapat ini di anut terutama karena
bahaya besar yang menyertai tindakan pembedahan pada waktu itu. Sekarang
kebenaran sikap menunggu itu ada batasnya, karena disadari bahwa menunggu
terlampau lama dapat menambah bahaya kematian janin, dan resiko tindakan
pembedahan kini sudah lebih kecil daripada dahulu.
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus
diperiksa keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin
dalam panggul dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi
persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelfik yang berarti,
sebaiknya diambil keputusan untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada
disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum
penderita sementara itu diperbaiki, dan kandung kencing serta rektum
dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk kedalam panggul,
penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang – kadang
menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya perjalanan berjalan lancar. Pada
waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini
persalinan tidak boleh berlangsung terlalu lama, namun hal tersebut dapat
dibenarkan oleh karena dapat merangsang his, dan dengan demikian mempercepat
jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin
dimasukkan ke dalam larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena
dengan kecepatan kira-kira 12 tetes permenit, yang perlahan-lahan dapat
dinaikkan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes
tidak membawa hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk memberikan
oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infus oksitosin di berikan,
penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan. Kekuatan dan
kecepatan his, keadaan dan kedaan denyut jantung janin harus diperhatikan
dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau kontraksi uterus berlangsung lebih
dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau menjadi
lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera memperbaiki keadaan. Sangat
berbahaya untuk memberikan oksitosin pada panggul sempit dan pada adanya
regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan diberikan pada
grande multipara dan kepala penderita yang telah pernah mengalami seksio
sesarea atau miomektomi. Karena memudahkan terjadinya ruptura uteri. Pada
penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi dan asidosis,
disamping pemberian oksitosin dengan jalan infus intravena gejala-gejala
tersebut perlu di atasi.
Maksud
pemberian oksitosin ini adalah memperbaiki his, sehingga serviks dapat membuka.
Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam waktu
singkat. Oleh karena iu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin
berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata
tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan,supaya penderita dapat
beristirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada
kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan
suntikan intramuskular dapat menimbulkan incoordinate
uterine action. Tetapi ada kalanya terutama dalam kala II, hanya diperlukan
sedikit penambahan kekuatan his supaya persalinan dapat diselesaikan. Disini
sering kali 0,5 satuan oksitosin intramuskulus sudah cukup untuk mencapai hasil
yang diinginkan. Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan
pemberian sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena
kontraksi uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya
ruptura uteri. Pemberian intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang
memungkinkan masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini,
dan sudah pula dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini dapat diberikan
dengan aman apabila penemuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan
dengan baik.
2.
His terlalu kuat.
Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena biasanya bayi
sudah lahir tanpa ada seorang yang menolong. Kalau seorang wanita pernah
mengalami partus presipitatus, kemungkinan besar kejadian ini akan berulang
pada persalinan berikutnya. Karena itu sebaiknya wanita dirawat sebelum
persalinan, sehingga pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Pada persalinan
keadaan diawasi dengan cermat, dan episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat
untuk menghindarkan terjadinya ruptura perinei tingkat ketiga. Bilamana his
kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran
retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya akan terjadi ruptura uteri.
Dalam keadaan demikian janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan
trauma sedikit-sedikitnya bagi ibu dan anak.
3.
Incoordinate
uterine action. Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis karena belum
ada obat yang dapat memperbaiki koordinasi fungsional antara bagian-bagian
uterus. Usaha yang dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
kekuatan penderita. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian analgetika,
seperti morphin, pethidin, dan lain-lain. Akan tetapi persalinan tidak boleh
berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban sudah pecah. Dalam hal ini
pada pembukaan belum lengkap, perlu dipertimbangkan seksio sesarea. Lingkaran
konstriksi dalam kala I biasanya tidak diketahui, kecuali kalau lingkaran ini
terdapat di bawah kepala anak sehingga dapat diraba melalui kanalis servikalis.
Jikalau diagnosis lingkaran konstriksi dalam kala I dapat dibuat persalinan
harus diselesaikan dengan seksio sesarea. Biasanya lingkaran kontriksi dalam
kala II baru diketahui, setelah usaha melahirkan janin dengan cunam gagal.
Dengan tangan yang dimasukkan ke dalam kavum uteri untuk mencari sebab
kegagalan cunam., lingkaran konstriksi mungkin dapat diraba. Dengan narkosis
dalam, lingkaran tesebut kadang-kadang dapat dihilangkan, dan janin dapat
dilahirkan dnegan cunam. Apabila tindakan ini gagal dan janin masih hidup,
terpaksa dilakukan seksio sesarea.
Pada distosia servikalis primer diambil sikap seperi
incoordinate uterine action. Pada distosia servikalis sekunder harus dilakukan
seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks robek, yang dapat menjalar ke
atas sampai segmen bawah uterus.
2.2
DISTOSIA
PADA KELAINAN JANIN
A.
KELAINAN LETAK
a.
Kelainan letak, presentasi atau posisi
1)
Posisi oksipitalis
posterior persistens
Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin
turun melaluipintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring,
sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri
depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Meskipun ubun-ubun kecil
berada di kiri atau di kanan belakang pada umumnya tidak akan terjadi kesulita
perputarannya kedepan, yaitu bila kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul
mempunyai bentuk serta ukuran normal. Dalam keadaan fleksi , bagian kepala yang
pertama mencapai dasar panggul ialah oksiput. Oksiput akan memutar ke depan
karena dasar panggul dengan muskulus levator ani nya membentuk ruang yang lebih
luas di depan, sehingga memberikan tempat yang lebih sesuai bagi oksiput.
Dengan demikian keberadaan ubun-ubun kecil di belakang masih dapat di anggap
sebagai variasi persalinan biasa. Pada kurang dari 10% keadaan, kadang-kadang
ubun-ubun kecil tidak berputar ke depan, sehingga tetap di belakang. Keadaan
ini dinamakan oksiput posterior persistens.
2)
Presentasi Puncak
Kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati
jalan lahir berada dalam keadaan fleksi. Dalam keadaan tertentu fleksi kepala
tersebut tidak terjadi, sehingga kepala dalam keadaan defleksi. Bergantung pada
derajat defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi
dahi atau presentasi muka. Prsentasi puncak kepala atau disebut juga presentasi
sinsiput, terjadi apabila derajat defleksinya ringan , sehingga ubun-ubun besar
merupakan bagian terendah. Presentasi dahi, bila derajat defleksinya lebih
berat, sehingga dahi merupakaan bagian yang paling rendah. Presentasi muka bila
derajat defleksinya maksimal, sehingga muka janin merupakan bagian yang
terendah.
Pada umumnya presentasi puncak kepala merupakan kedudukan
sementara, yang kemudian akan berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinannya hampir sama dengan posisi oksipitalis posterior
persistens, sehingga keduanya seringkali dikacaukan satu dengan yang lainnya.
Perbedaannya ialah pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala
yang maksimal,sedangkan lingkaram kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah
simpisis ialah gabella.
3)
Presentasi muka
Presentasi muka ialah dimana kepala dalam kedudukan
defleksi maksimal sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka bagian
meupakan bagian terendah menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer
apabila sudah terjadi sejak masa kehamilan dan dikatakan sekunder bila baru
terjadi pada waktu persalinan. Angka-angka kejadian di beberapa rumah sakit
dengan jumlah persalinan yang banyak di Indonesia sukar dibandingkan, karena
perbandingan antara kasus-kasus terdaftar dengan kasus tidak terdaftar
berbeda-beda antara rumah sakit satu dengan rumah sakit lainnya. Di rumah sakit
Dr. Cipto mangunkusumo selama 5 tahun angka kejadian presentasi muka kurang dari
0,1 % antara 12.827 persalinan.
4)
Presentasi dahi
Presentasi dahi ialah keadaan dimana kedudukan kepala
berada di antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan
bagian terendah. Pada umumnya presentasi dahi ini merupakan kedudukan yang
bersifat sementara, dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka
atau presentasi belakang kepala.angka keajdian presentasi dahi kurang lebih
satu di antara 400 persalinan.
5)
Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni : presentasi bokong,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan
presentasi kaki. Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut,
kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau
kepala janin. Dengan demikian pemeriksaan dalam hanya dapat di raba bokong.
Pada presentasi bokong kaki sempurna di samping bokong dapat di raba kedua
kaki. Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki
bagian paling rendah ialah satu atau dua kaki.
6)
Letak lintang
Letak lintang ialah
suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uteri dengan kepala pada sisi
yang satu dengan sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya
bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada
pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada didepan (dorsoanteral), di
belakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), atau di bawah
(dorsoinferior).
7)
Presentasi Ganda
Presentasi ganda ialah keadaan dimana di samping kepala
jani di dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan satu kaki, atau keadaan
dimana disamping bokong janin dijumpai tangan. Presentasi ganda jarang
ditemukan; yang paling sering diantaranya ialah adanya tangan atau lengan
disamping kepala.
Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak
tertutup sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara
dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang kecil. Diagnosis
berdasarkan pemeriksaan luar saja sulit ditentukan, sedangkan pada pemeriksaan
dalam, disamping kepala atau bokong dapat diraba tangan., lengan atau kaki.
Kemungkinan pada pemeriksaan dalam teraba juga tali pusat menumbung, yang
sangat mempengaruhi prognosis janin. Pada presentasi ganda pada umunya tidak
ada indikasi untuk mengambil tindakan, karena pada panggul dengan ukuran
normal, persalinan dapat spontan pervaginam. Akan tetapi apabila lengan
seluruhnya menumbung di samping kepala, sehingga menghalangi turunnya kepala,
dapat dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong dimasukkan kedalam vagina dan
mendorong lengan janin ke atas melewati kepalanya, kemudian kepala di dorong kedalam
rongga panggul dengan tekanan dari luar.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolapsus
funikuli, maka penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks.
Bila janin dalam keadaan baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan
seksio sesarea, sedangkan bila pembukaan lengkap, panggul mempunyai ukuran
normal pada multipara dapat dipertimbangkan untuk melahirkan janin pervaginam.
Dalam keadaan janin sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan spontan,
sedangkan tindakan untuk mempercepat persalinan hanya dilakukan atas indikasi
ibu.
B.
KELAINAN DALAM BENTUK JANIN
1)
Pertumbuhan janin
yang berlebihan
Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan
jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya
lebih dari 4000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah
5,3% dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%. Pada panggul normal, janin
dengan berat badan 4000-5000 gram, pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam
melahirkannya. Pada janin besar, faktor keturunan memegang peranan penting.
Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes melitus, pada
postmaturitas dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu hamil yang
makannya banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan.
2)
Hidrosefalus
Hidrosefalus ialah keadaan dimana terjadi penimbunan
cairan serebrospinalis dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar
serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun
dalam ventrikel biasanya antara 500 sampai 1500 ml, akan tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 5 liter. Hidrodefalus seringkali disertai kelainan bawaan lain
seperti misalnya spina bifida. Karena kepala janin terlalu besar dan tidak
dapat berakomodasi di bagian bawah uterus, maka sering ditemukan dalam letak
sungsang. Bagaiman pun letaknya, hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi
sefalopelvik dalam segala akibatnya.
C.
KELAINAN BENTUK JANIN YANG LAIN
1. JANIN
KEMBAR-MELEKAT
Janin
kembar melekat ialah keadaan dimana terdapat perlekatan antara 2 janin pada
kehamilan kembar. Pada jenis pertama kadang-kadang janin yang satu sangat kecil
dan tidak lengkap, sehingga seolah-olah merupakan parasit yang lain, pada jenis
kedua ,penyatuan terjadi secara longitudinal atau secara lateral
Diagnosis
janin kembar melekat sukar ditentukan antepartum. Kadang-kadang pemeriksaan
rongenotlogik yang dilakukan atas dugaan adanya hamil kembar dapat menunjukan
adanya penyatuan kedua janin. Pada umum nya diagnosis dapat ditegakan bila
persalinan macet dan pada pemeriksaan jalan lahir kelainan tersebut kebetulan
ditemukan oleh tangan penolong.
Apabila
terjadi kemacetan dapt dilakukan tindakan vaginal dengan merusak janin,atau
melakukan SC. Tindakan pertama dilakukan lebih mudah pada letak sungsang karena
kaki janin dapat digunakan sebagai peggangan dalam melaksankan tindakan
tersebut. Pada umunya Sc lebih aman untuk melahirkan janinkembar melekat
daripada melakukan pembedahan vaginal yang sukar. Pada antenatal care yang baik
dengan mempergunakan USGpada 16-18 minggu kehamilan atau M.R.I kiranya lebih
dini dapat ditentukan apakah kehamilan dapat dilangsungkan atau dihentikan
mengingat prognosis dari monster tersebut tidak selalu baik.
2. JANIN
DENGAN PERUT BESAR
Pembesaran
perut yang menyebabkan distosia , akibat dari asites atau tumor
hati,limpa,ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai. Kandung kencing yang
sangat penuh dapat pula menimbulkan gejala yang sama. Diagnosis dapat dibuat
dengan memasukan tangan kedalam uteru, dan meraba perut janin. Apabila terjadi
kesukaran persalinan,bila perut berisi cairan (aistes,tumorkistik),dapat
dilakukan pungsi perut, akan tetapi bila disebabkan oleh tumor padat, sebaiknya
dilakukan SC ata pengecilan tumor pervaginam.
3. TUMOR-TUMOR
LAIN PADA JANIN
Disamping
tumor-tumor pada perut yang dibahas di atas, masih ada tumor-tumor pada bagian
lain tubuh janin yang dapat menyebabkan
distosia. Tetapi
bila dijumpai, terapi yang terbaik ialah SC. Tumor pada daerah pelvis janin,
biasanya merupakan jenis terotoma atau janin kembar melekat jenis pigomelus
parasitikus. Pada presentasi kepala, tumor pelvis biasanya tidak menimbulkan
kesukaran persalinan,kesukaran lebih sering terjadi bila jani dalam letak
sungsang,dan untuk in perlu dilakukan pengecilan tumor pervaginam.
4. PROLAPSUS
FUNIKULI
Ialah
keadaan dimana tali pusat berada di samping atau melewati bagian terendah janin
didalam jalan lahir setelah ketuban pecah.
Apabila
tali pusat dapat diraba disampig atau lebih rendah dari bagian bawah janin
sedang ketuban belum pecah,keadaan itu dinamakan tali pusat terdepan. Pada
presentasi kepala,prolapsus funikuli
sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat terjepit
antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan
oksigenas janin.
5. Penanganan
Pada
prolapsus funikuli, janin menghadapi bahaya hipoksiia,karena tali pusat akan
terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali
pusat terdepan ancaman bahaya tersebut sewaktu-waktu dapat terjadi. Pada
prolapsus funikuli dengan tali pusat yang masih berdenyut,tetap pembukaan belum
lengkap, maka hanya 2 pilihan yakni melakukan reposisi tali pusat atau menyelamatkan
persalinan dengan sesaria.
Cara
terbaik melakukan reposisi ialah dengan memasukan gumpalan kassa yang tebal
kedalam jalan lahir, melilitkannya dengan hati –hati ketali pusat ,kemudian
mendorong seluruhnya perlahan-lahan kekavum uteri diatas bagian terendah janin.
2.3
DISTOSIA
KARENA KELAINAN JALAN
LAHIR
A. Macam – Macam Distosia Jalan Lahir
Panggul-panggul menurut morfologinya dibagi dalam
4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini dengan ciri-ciri pentingnya adalah :
1) Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang
bundar atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada
diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas.
2) Panggul antropoid dengan diameter anteroposterior
yang lebih panjang daripada diameter transversa, dan dengan arkus pubis
menyempit sedikit.
3) Panggul android, dengan pintu atas panggul yang
berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan ke depan, dengan
spina iskiadika menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit.
4) Panggul paltipelloid dengan diameter
anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu
atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Oleh Caldwell dan Moloy dijelaskan pula bahwa
jenis-jenis pokok seperti digambarkan diatas tidak seberapa sering terdapat.
Yang lebih sering ditemukan ialah pangul-panggul dengan ciri-ciri jenis yang
satu di bagian belakang dengan ciri-ciri jenis yang lain dibagian depan.
Berhubung dengan pengaruh faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan
ukuran-ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa.
Dengan demikian standar untuk panggul normal pada seorang wanita eropa
berlainan dengan standar seorang wanita Asia tenggara.
Pada panggul dengan ukuran normal, apapun jenis
pokoknya, kelahiran pervaginam janin dnegan berat badan yang normal tidak akan
mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal
lain, ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar normal.
Sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam. Terutama kelainan
pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi. Di samping
panggul-panggul sempit karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok tersebut di atas
kurang dari normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang lain, yaitu
umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
1.
Kesempitan
Pintu Atas Panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata
vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm.
Kesempitan pada konjugata vera umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan
pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul sempit
kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat
mengakibatkan inersia uteriserta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna
oleh kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula
terjadinya prolapsus funikuli. Pada panggul picak turunnya
belakang kepala bisa tertahan dengan akibat terjadinya defleksi kepala, sedang
pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan pada semua ukuran; kepala
memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya moulage kepala janin
dapat dipengaruhi oleh jenis asinklitismus; dalam hal ini asinklitismus
anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior oleh karena pada
mekanisme yang terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling
bawah tertahan oleh simfisis, sedang pada asinklitismus anterior os parietale
anterior dapat bergerak lebih leluasa ke belakang.
Perkiraan
Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui pengukuran Conjugata Diagonalis
secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm, sehingga kesempitan pintu
atas panggul sering ditegakkan bila ukuran Conjugata Diagonalis <10
2.
Kesempitan
Pintu Tengah Panggul
Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan
kesempitan Pintu Atas Panggul. Kejadian ini
sering menyebabkan kejadian pada
perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan
putar paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari
tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat
pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang
Tengah Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior
bagian anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan
batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang
Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sacrospinosum.
3. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang
datar, tetapi terdiri atas segi tiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai
dasar yang sama, yakti distansia ruberum. Apabila ukuran yang terakhir ini
lebih kecil daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang
daripada 800). Agar supaya dalam hal ini kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul.
Dengan diameter sagitalis posterior yang cukup panjang persalinan pervaginam
dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas pada perinium. Dengan
distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15
cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
2.4
DISTOSIA
KELAINAN ALAT KANDUNGAN
A.
PERINIUM
Perinium, walaupun bukan alat kelamin, namun selalu terlibat dalam proses
persalinan. Apabila perinium cukup lunak dan elastis, maka lahirnya kepala
tidak mengalami kesukaran apapun. Biasanya perinium robek; paling sering
terjadi ruptura perinei tingkat II, kadang-kadang tingkat III.
Perinium yang kaku menghambat persalinan kala II yang meningkatkan resiko
kematian bagi janin, dan menyebabkan kesukaran – kerusakan jalan lahir yang
luas. Keadaan demikian dapat dijumpai pada primigravida yang umurnya lebih dari
35 tahun, yang lazim disebut primi tua.
Apabila perinium kaku, maka robekan sewaktu kepala lahir tidak dapat
dihindarkan. Dengan membuat episiotomi mediolateral yang cukup luas (5-6 cm)
ruptura perinei tingkat III dapat dicegah dan partus kala II dipercepat.
Lebarnya perinium biasanya 4 cm dari kommissura posterior ke anus akan
tetapi kadang-kadang ada yang lebih sempit dan ada pula yang lebih lebar. Pada
perinium yang sempit mudah terjadi ruptura perinei tingkat III apabila tidak
dibuat episiotomi mediolateral. Sebaliknya, perinium yang lebar tidak mudah
mengakibatkan robekan hingga muskulus sfingter ani eksternus; episiotomi
medial, yang penjahitannya lebih mudah dan penyembuhannya lebih sempurna,
biasanya cukup aman. Walaupun sangat jarang, akan tetapi ada kalanya terjadi
apa yang disebut ruptura perinei sentralis pada perinium yang sangat lebar,
yakni anak tidak lahir melalui liang kemaluan, melainkan robekan
dinding-belakang vagina dan robekan perinium bagian belakang. Introitus vagina
tetap utuh.
B.
VULVA
Kelainan yang
bisa menyebabkan distosia ialah oedema vulva, stenosis vulva, kelainan bawaan,
varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata dan fistula.
1.
Oedema Vulva
Bisa timbul
pada waktu hamil, biasanya sebagai gejala pre eklamsia akan tetapi dapat pula
mempunyai sebab lain misalnya gangguan giza. Pada persalinan lama dengan
penderita dibiarkan mengedan terus, dapat pula timbul oedema pada vulva.
Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.
2.
Stenosis Vulva
Biasanya
terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus-ulkus yang
sembuh dengan parut-parut yang dapat menimbulakn kesulitan. Walaupun umumnya
dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi, yang cukup luas. Kelainan
congenital pada vulva yang menutup sama sekali hingga hanya orifisium utrethra
eksternum tampak dapat pula, terjadi. Penanganan ini ialah mengadakan sayatan
median secukupnya untuk melahirkan kepala.
4.
Kelainan Bawaan
Atresia vulva dalam bentuk atresia hymenalis yang
menyebabkan hematokolpos, hematimetra dan atresia vagina dapat menghalangi
konsepsi, kecuali apabila dikoreksi dengan tindakan operatif. Lebih sering dijumpai
penyempitan vulva dan vagina sebagai akibat perlekatan atas parut yang
disebabkan oleh peradangan dan perlukaan waktu persalinan.
Kelainan bawaan vagina yang cukup
sering dijumpai waktu kehamilan dan persalinan ialah septum vagina, terutama
yang vertikal longitudinal. Septum itu dapat terbentang dalam dalam seluruh
vagina dari serviks sampai introitus vagina (septum lengkap), akan tetapi ada
pula yang terdapat pada sebagian vagina, distal, atau proksimal. Biasanya
koitus tidak mengalami kesukaran. Septum yang lengkap sangat jarang menyebabkan
distosia, karena separoh vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup
melebar sewaktu kepala lahir. Akan tetapi, septum yang tidak lengkap
kadang-kadang menghambat turunnya kepala. Septum itu tampak melekat
anteroposterior pada kepala, menyerupai pita otot yang tegang, ada yang tebal
dan ada yang tipis. Pita itu dapat putus dengan sendirinya berkat dorongan
kepala atau apabila tebal dan kuat, perlu digunting dan kemudian diikat dengan
jahitan. Septum vagina yang melintang dengan lubang kecil ditengahnya sangat
jarang dijumpai dan biasanya tidak menghambat persalinan; hanya pemeriksaan dalam
dipersulit karena lubang sentral pada septum itu dapat disangka pembukaan.
Striktura vaginae (menyempitnya
lumen vagina) yang kongenital biasanya tidak menghalang-halangi turunnya
kepala. Akan tetapi yang disebabkan oleh parut akibat diperlukan dapat menyebabkan
distosia. Dalam hal terakhir seksio sesarea dapat dipertimbangkan.
5.
Varises
Wanita hamil sering mengeluh melebarnya pembuluh darah
di tungkai, vagina, vulva dan wasir. Setelah bayi
lahir keluhan-keluhan itu hilang atau berkurang. Dahulu disangka bahwa uterus
gravidus yang besar menekan pembuluh-pembuluh darah besar di depan dan
disamping tulang punggung, sehingga kembalinya darah vena dari bagian bawah ke
jantung menjadi kurang lancar. Dengan demikian terjadi bendungan dalam
pembuluh-pembuluh balik di tungkai (vena femoralis, vena safena magna, dan
pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit), di vagina, di vulva (pleksus
pudendus), dan di anus (pleksus hemoroidalis) dengan akibat melebarnya
pembuluh-pembuluh balik itu. Pandangan ini tidak dapat menerangkan kenyataan bahwa
varises sudah dapat timbul dalam kehamilan muda, biasanya dalam kehamilan 12
minggu. Bahkan beberapa wanita sudah mengetahui bahwa mereka hamil dari lebih
jelasnya gambaran vena di daerah tertentu atau timbulnya varises, sebelum
haidnya terlambat. Maka sekarang pelebaran-pelebaran pembuluh balik itu
dianggap sebagai reaksi sistem vena, terutama dindingnya, terhadap perubahan
hormonal dalam kehamilan. Kiranya otot polos dinding pembuluh darah, seperti
otot-otot ditempat-tempat lain, melemah akibat pengaruh hormon-hormon steroid. Karena
melemahnya dinding pembuluh dengan akibat melebarnya pembuluh-pembuluh balik
itu, maka isi sistem vena bertambah dalam kehamilan dengan kira-kira 150%.
Faktor predisposisi agaknya memegang peranan pula dalam timbulnya varises dalam
kehamilan.
Bahaya varises dalam kehamilan
dan persalinan, baik yang di vulva/vagina maupun yang di tungkai, ialah
kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Selain bahaya perdarahan yang mungkin
berakibat fatal, dapat pula terjadi emboli udara.
6.
Hematoma
Pembuluh darah pecah sehingga hematoma dijaringan ikat
yang renggang divulva, sekitar vagina atay ligamentum latum. Hematoma vulva
dapat juga terjadi karena trauma misalnya jatuh terduduk pada tempat yang keras
atau koitus kasar. Bila hematoma kecil resorbsi sendiri, bila besar harus
insisi dan bekuan darah dikeluarkan.
C.
VAGINA
Kelainan
yang dapat menyebabkan distosia adalah :
1.
Kelainan Vagina
Pada aplasia
vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan terdapat cekungan
yang agak dangkal atau yang agak dalam.Terapi terdiri atas pembuatan vagina
baru beberapa metode sudah dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini
sebaiknya pada saat wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina
dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit. Pada
atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi sehingga terdapat satu septum
yang horizontal, bila penetupan vagina ini menyeluruh menstruasi timbul tapi
darahnya tidak keluar, namun bila penutupan vagina tidak menyeluruh tidak akan
timbul kesulitan kecuali mungkin pada partus kala II.
2.
Stenosis Vagina Kongenital
Jarang
terdapat , lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara
lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian kiri. Septum lengkap
biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya
cukup lebar, baik untuk koitus maupun lahirnya janin.
Septum tidak
lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus
dipotong dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan
radang. Pada stenosis vagina yang tetap laku dalam kehamilan dan merupakan
halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
3.
Tumor Vagina
Dapat
merupakan rintangan bagi lahirnya janinm per vaginam, adanya tumor vagina bisa
pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap mengandung terlampau banyak
resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor perlu dipertimbangkan apakah
persalinan dapat berlangsung secara per vaginam atau diselesaikan dengan seksio
sesar.
4.
Kista Vagina
Kista vagina
berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak lateral dalam vagina
bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium urethra eksterna. Bila
kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tetapi bila besar dilakukan pembedahan.
Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.
D.
SERVIKS
Kelainan
yang penting berhubungan dengan persalinan ialah
1.
Distosia Servikalis
Karena
dysfunctional uterine action atau karena parut pada serviks uteri. Kala I
serviks uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan
lembaran kertas dibawah kepala janin. Diagnosis dibuat dengan menemukan lubang
kecil yakni ostium uteri eksternum ditengah-tengah lapisan tipis atau disebaut
dengan konglutinasio orifisii eksterni bila ujung, dimasukkan ke orifisium ini
biasanya serviks yang kaku pada primi tua sebagai akibat infeksi atau operasi.
E.
UTERUS
1.
Retroflexio Uteri
Retroflexio uteri gravida yang tetap menimbulkan
abortus atau retroflexio uteri gravidi incarcerate. Jarang sekali kehamilan
pada uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup bulan. Jika ini terjadi, maka
partus dapat terjadi rupture uteri.
2.
Prolapsus Uteri
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkut\rang
karena setelah bulan ke IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil.
Tetapi ada kalanya portio ini menjadi oedemateus.
3.
Kelainan Bawaan Uterus
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk
dari kedua duktus muller yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses
penyatuan. Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam
berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi.
Uterus didelfis atau uterus duplek terjadi apabila
kedua saluran muller berkembang sendiri-sendiri tanpa penyatuan sedikitpun
sehingga terdapat 2 saluran telur, 2 serviks, dan 2 vagina.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Distosia
ialah persalinan yang sulit. Sebab-sebabnya dapat dibagi dalam 3
golongan,yaitu:
1. Kelainan
tenaga : his yang tidak normal dalm kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa
rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,tidak
dapat diatasi, sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
2. Kelainan
janin : persalinan dapat mengalam gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam
letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan
jalan lahir : kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa mengahalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Kelainan his terutama ditemukan
pada primigravida, khusnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak
ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Sampai seberapa jauh faktor
emosi mempengaruhi kekuatan his, belum ada persesuaian paham antara para ahli,
satu sebab yang paling penting dalam kelainan his,khus nya inersia uteri ialah
apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus
seperti misalnya pada kelainan letak janin.
3.2
SARAN
Diharapkan agar semua mahasiswi
khusus nya mahasiswi kebidanan memahami,mengerti dan melaksanakan apa yang telah kami bahas
di makalah.jika pambaca tidak memahami makalah kami di harap kan agar mahasiswi
menanyakan sendiri kepada penulis nya
DAFTAR PUSTAKA
·
Prawirohardjo,
Sarwono (2007), Ilmu Kebidanan. Jakarta
·
Prawirohardjo,
Sarwono (1999), Bagian Obstetric dan
Ginekologi Ilmu Kandungan. Yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo: Jakarta
No comments:
Post a Comment