30/08/2015

MAKALAH PERKOSAAN : KESPRO AKBID MITRA HUSADA PADANG



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
      Persepsi masyarakat mengenai apa yang disebut perkosaan selama bertahun-tahun bervariasi dan terus-menerus berubah bahkan hingga kini. Ada perubahan dalam hukum pada waktu terakhir ini, dan kini, seorang pria mungkin memerkosa istrinya. Kekerasan seksual dan perkosaan dapat memengaruhi setiap wanita, terlepas berapa usianya, kelas sosial, ataupun latar belakangnya.
Ada persentasi tinggi untuk kasus perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal korban, dan kebanyakan berlangsung dirumah korban. Korban dapat diserang oleh lebih dari satu orang penyerang, dan kekerasan seksual sering kali melibatkan tindakan lainnya, memaksa korban ambil bagian dalam aktivitas seksual, dan melecehkan korban. Sepertiga perilaku perkosaan mengalami disfungsi seksual.

1.2  TUJUAN
      Makalah ini dibuat sebagai pedoman bagi pembaca dalam memahami tentang perkosaan, jenis-jenis perkosaan dan bagaimana cara untuk mencegah terjadinya perkosaan tersebut. Dan pembaca juga  lebih bisa memahami bagaimana penanganan untuk korban perkosaan itu.
 
  

BAB II
PEMBAHASAN
2.1  PENGERTIAN
a.       Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain kedalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya.
b.      Dikatakan suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan,atau ketika perempuan meronta, melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak bunuh diri,akan tetapi meskipun perempuan tidak melawan,apapun yang dilakukan perempuan, bila perbuatan tersebut bukan pilihan/keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan, bukan kesalahan wanita.
c.       Dalam rumah tangga, hubungan seksual yang tidak diinginkan istri termasuk tindakan kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
                                                                                    (sumber : yani widyastuti,dkk : 2009)

            Perkosaan adalah hubungan seksual tanpa kehendak bersama, yang dipaksakan oleh satu pihak kepada pihak lain,yang juga dapat merupakan tindak pseudo seksual yaitu perilaku seksual yang tidak selalu di motivasi dorongan seksual sebagai motivasi primer, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan dominan, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya(pelaku).
                                                                                                             (Sumber: yanti,2011)
           
            Perkosaan dapat terjadi pada siapapun, termasuk wanita yang mengenakan jilbab dan berpakaian serta tertutup, atau wanita yang telah memiliki sejumlah anak, wanita mengandung, atau bahkan anak-anak. Namun demikian, cara berpakaian minim memang cenderung memperkokoh cara pandang tentang wanita sebagai objek seks, sedangkan perkosaan sendiri lazim terjadi dalam masyarakat yang memandang wanita sebagai pihak yang memiliki derajat rendah serta memiliki fungsi sebagai pemuas nafsu seks pria.
            Seorang perempuan mempunyai pilihan untuk menolak atau menyetujui pendekatan seksual dalam setiap hubungan seksual. Saat perempuan menolak, pria mempunyai pilihan untuk menghormati kehendak perempuan tersebut dan menerima keputusannya atau berupaya agar perempuan merubah keputusannya dengan bujukan/rayuan bahkan dengan paksaan. Walaupun wanita mengenal pria tersebutdan mengiyakan,akan tetapi bila karena tidak ada jalan lain untuk menolaknya, maka hal itu termasuk perkosaan.
            Persepsi masyarakat mengenai apa yang disebut perkosaan selama bertahun-tahun bervariasi dan terus-menerus berubah bahkan hingga kini. Ada perubahan dalam hukum pada waktu terakhir ini, dan kini, seorang pria mungkin memerkosa istrinya. Kekerasan seksual dan perkosaan dapat memengaruhi setiap wanita, terlepas berapa usianya, kelas sosial, ataupun latar belakangnya. Ada persentasi tinggi untuk kasus perkosaan yang dilakukan oleh orang yang dikenal korban, dan kebanyakan berlangsung dirumah korban. Korban dapat diserang oleh lebih dari satu orang penyerang, dan kekerasan seksual sering kali melibatkan tindakan lainnya, memaksa korban ambil bagian dalam aktivitas seksual, dan melecehkan korban. Sepertiga perilaku perkosaan mengalami disfungsi seksual.
Persepsi masyarakat tentang perkosaan :
a.       Biasanya korban yang memprovokasi/mengundang kejadian perkosaan dengan menggunakan pakaian yang minim ataupun dandanan yang berlebihan.
b.      Sebenarnya perempuan dapat menghindari terjadinya tindakan perkosaan.
c.       Hanya perempuan tertentu yang akan diperkosa.
d.      Perkosaan hanya terjadi di daerah asing pada malam hari.
e.       Perkosaan  hanya dilakukan oleh orang sakit/kriminal.
f.       Pria baik-baik tidak akan memperkosa kecuali karena undangan/rayuan dari perempuan.
g.      Perempuan sering mengaku diperkosa untuk balas dendam, mendapat santunan ataupun karena ia mempunyai kepribadian mencari perhatian.
h.      Perkosaan terjadi karena pelaku tidak dapat mengendalikan impuls seksualnya.

2.2  MOTIVASI PERKOSAAN
a.       Pria ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara mengancam (dengan senjata, secara fisik menyakiti perempuan,verbal dan menggertak) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
b.      Memperkokoh kekuasaan. Hal ini bertujuan untuk meneror dan menaklukkan korban karena dengan cara lain korban belum dianggap tunduk pada pelaku. Padahal kejadian yang sesungguhnya karena adanya perasaan lemah, tidak mampu, tidak berdaya dari pelaku. Misalnya kasus seorang perempuan yang menolak cinta seorang pemuda, kemudian pemuda tersebut memperkosanya agar mau dijadikan istri.
c.       Sebagai cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta ataupun kepuasaan seksual tidak penting.
d.      Luapan perilaku sadis, perilaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.

2.3  JENIS-JENIS PERKOSAAN
a.       Perkosaan oleh orang yang dikenal
1.      Perkosaan oleh suami/bekas suami
2.      Perkosaan oleh pacar/dating rape
3.      Perkosaan oleh teman kerja/atasan.
4.      Pelecehan seksual pada anak
b.      Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal.
1.      Perkosaan korban perang. Korban wilayah konflik atau korban masa krisis politik/keamanan suatu negara, yangmana wanita sangat rentan terhadap tindak perkosaan oleh kelompok pengacau keamanan maupun oleh oknum petugas. Wanita diperkosa dihadapan keluarganya supaya mereka merasa tertekan, malu dan menunjukkan kepada lawan siapa yang lebih berkuasa diantara keduanya. Dapat juga terjadi wanita disekap di dalam barak pengungsian atau di markas mereka dan dipaksa melayani hasrat seksual mereka agar terus bisa hidup atau agar anak-anak wanita tersebut tidak disakiti atau sekedar memperoleh makanan.
2.      Perkosaan berkelompok. Perkosaan terhadap wanita yangmana pelakunya lebih dari satu laki-laki. Pada awalnya, pelaku mungkin hanya satu laki-laki, kemudian laki-laki lain mengikuti memperkosa atau telah dirancang sebelumnya secara beramai-ramai.

2.4   PEREMPUAN YANG RENTAN TERHADAP PERKOSAAN
a.       Kekurangan pada fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau permasalahan yang berkaitan dengan fisik sehingga perempuan duduk diatas kursi roda, bisu, tuli, buta atau keterlambatan mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
b.      Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan/ gelandangan, didaerah peperangan.
c.       Korban tindak kekerasan suami/pacar.

2.5   PENCEGAHAN PERKOSAAN
a.       Berpakaian santun, berprilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
b.      Melakukan aktifitas secara bersamaan dalam berkelompok dengan banyak teman, tidak berduaan.
c.       Di tempat kerja bersama teman/berkelompok,tidak berduaan dengan sesama pegawai atau atasan.
d.      Tidak menerima tamu laki-laki kerumah,bila dirumah seorang diri.
e.       Berjalan-jalan bersama banyak teman,terlebih diwaktu malam hari.
f.       Bila merasa diikuti orang, ambil jalan kearah yang berlainan, atau berbalik dan bertanya ke orang tersebut dengan nada yang keras dan tegas, apa maksud dia.
g.      Membawa alat yang bersuara keras seperti peluit,atau alat bela diri seperti parfum spray, bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata.
h.      Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
i.        Jangan ragu mencegah dengan mengatakan “tidak”, walaupun pada atasan yang punya kekuasaan atau pacar yang sangat dicintai.
j.        Ketika bepergian, hindari sendirian, tidak menginap, bila orang tersebut merayu tegaskan bahwa perkataan dan sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak nyaman, dan cepatlah meninggalkannya.
k.      Jangan abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah seperti dipegang, diraba, dicium, di ajak ketempat sepi.
l.        Waspada terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti : hipnotis, obat-obatan dalam minuman, permen, snack atau hidangan makanan.
m.    Saat ditempat baru, jangan terlihat bingung. Bertanya pada polisi, hansip atau instansi.
n.      Menjaga jarak / space interpersonal dengan lawan jenis. Di eropa space interpersonal dengan jarak 1 meter.

            Cara menghindari perkosaan dari orang yang dikenal dengan belajar percaya pada perasaan/insting, meningkatkan kewaspadaan bila :
a.       Mempunyai perasaan tidak enak bahwa ada sesuatu yang tidak wajar.
b.      Merasa takut/khawatir atau ingin segera meninggalkannya.
c.       Merasa tidak nyaman dengan kata-kata yang diucapkan oleh orang itu.
d.      Merasa risih kontak fisik dengan orang tersebut.
e.       Lebih baik menyakiti hati laki-laki daripada menjadi korban perkosaan.

            Cara membantu anak-anak terhindar dari bahaya perkosaan :
a.       Mengajari bila seseorang akan menyentuhnya yang mengarah seksual.
b.      Tidak mencampur anak gadis dengan anak laki-laki.
c.       Memastikan anak-anak tahu bagaimana cara mencari bantuan.
d.      Mempercayai bila anak mengatakan takut dengan seseorang atau yang lebih dewasa.

            Tindakan perempuan pada saat tindak perkosaan :
a.       Perempuan harus mempunyai keberanian, ketegasan untuk berkata, dan keyakinan dalam mengadakan perlawanan.
b.      Berteriak sekencang mungkin agar orang lain mengetahui kejadian dan bisa memberi bantuan dan menjadi saksi bila mengadukan masalah pada polisi.
c.       Berusaha melawan pelaku dengan bela diri semampunya.
d.      Berdoa.

            Cara bela diri untuk melemahkan lawan :
a.       Bila pelaku dari arah belakang, gunakan siku anda dan sodokkan ke perutnya.
b.      Colokkan jari-jari anda kedalam matanya.
c.       Kepalkan tangan untuk memukul kepalanya.
d.      Pegang dan remas skrotumnya sekuat tenaga.
e.       Hidungnya dipukul sekeras mungkin.
f.       Gigit telinganya sekeras mungkin.
g.      Tendang kuat-kuat tungkai kaki bagian depan.
h.      Gunakan lutut bila pelaku dari arah depan atau tungkai bila pelaku dari arah belakang untuk membuat luka, memar pada kemaluannya.

            Sikap terhadap korban perkosaan :
a.       Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan kesalahannya.
b.      Menumbuhkan gairah hidup.
c.       Menghargai kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
d.      Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi.

            Resiko kesehatan pada korban perkosaan :
a.       Kehamilan. Dapat dicegah dengan minum kontrasepsi darurat pada 24 jam pertama.
b.      Terjangkit infeksi menular seksual.
c.       Cidera robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
d.      Hubungan seksual dengan suami mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma ataupun merasa diri telah ternoda.
e.       Gejala psikologis ringan hingga gangguan psikologis berat. Pada waktu singkat perempuan korban perkosaan menyalahkan diri sendiri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia/gangguan tidur, aneroksia/tidak nafsu makan. Kecemasan mendalam, perasaan malu untuk bersosialisasi. Gejala psikologi tersebut dapat berkembang bila penanganan tidak adekuat seiring dengan makin bertambah waktu yaitu perasaan tidak punya daya upaya, marah yang membara, merasa diri tidak berharga,timbul gejala psikosomatis seperti : mual, muntah, sakit kepala, badan sakit. Selain itu dapat timbul ketakutan yang luar biasa / fobia, mengurung diri. Gejala psikologi ini tiap perempuan berbeda tergantung dari tipe kepribadian terbuka atau tertutup, dukungan dari keluarga dan lingkungan, persepsi diri dengan apa yang dialami, pengalaman dalam menghadapi stress, koping mekanisme/teknik mengatasi masalah sebelumnya.

            Tindakan pada saat serangan seksual :
a.       Hindari menangis atau minta belas kasihan.
b.      Hindari kepanikan, tetap waspada, bertindak saat pelaku lengah.
c.       Berjuang untuk pembelaan diri seperti : menendang, teriak, menawar, melakukan strategi perlawanan.
d.      Amati ciri khusus pelaku.
e.       Manfaatkan evaluasi situasi terbaik.

2.6   TINDAKAN SETELAH TINDAK PERKOSAAN
      Respons pihak kepolisian terhadap perkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga sangat penting. Perlu diupayakan agar korban merasa dipercaya. Mereka sama sekali tidak ingin merasa lebih tidak nyaman lagi. sikap ini mendorong korban lain membuka suara dan barang kali akan membantu mengurangi angka kejadian penganiayaan semacam ini. Bila berniat melaporkan perkara pada polisi, jangan menunda waktu. Hindari tindakan-tindakan yang dapat dijadikan barang bukti, sehingga tidak perlu mandi terlebih dahulu dan membawa semua pakaian yang dipakai pada saat tindak perkosaan sebagai bukti. Bila belum lapor polisi, datang pada tenaga kesehatan, walaupun tidak ada cidera. Petugas kesehatan akan memeriksa tanda-tanda cidera sayatan, robekan, memberi therapi pencegah kehamilan/kontrasepsi darurat dan pencegahan PMS.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada saat lapor polisi :
a.       Mendiskripsikan urutan kejadian.
b.      Menunjukkan pelaku bila mengenal atau ciri-ciri orang tersebut bila tidak kenal.
c.       Korban perkosaan akan dilakukan visum atas permintaan polisi.
d.      Kesaksian pada saat pelaku diperiksa di kantor polisi atau dalam persidangan.
e.       Meminta penasehat hukum.

2.7  PENANGANAN
      Saat korban perkosaan membuka rahasia mengenai apa yang menimpa mereka, dibutuhkan penanganan yang hati-hati dan dukungan yang besar untuk membantu mereka menghadapi masalah yang dihadapi. Penting bagi korban perkosaan dan kekerasan untuk bisa mengendalikan diri mereka sendiri dan sebaiknya mereka tidak di dorong untuk menjelaskan detail hal tersebut, yang memang tidak relevan dalam waktu dekat.
Wanita korban perkosaan dan kekerasan seksual biasanya datang ke Accident dan Emergency Department (Departemen kecelakaan dan Kedaruratan), tempat praktik dokter, atau klinik keluarga berencana dengan berbagai keluhan. Mereka datang sesaat setelah penyerangan atau agak lama setelah peristiwa itu. Ada yang meminta kontrasepsi darurat, apusan serviks, atau dirujuk ke klinik kemih kelamin. Perkosaan dapat menimbulkan dampak jangka panjang bukan hanya pada wanita yang terlibat, tetapi juga pasangannya dan hubungan yang mereka bina. Korban perkosaan membutuhkan layanan tim pendukung, dan konseling serta psikoterapi dapat membantu. Seiring waktu, dengan penanganan baik, korban secara perlahan akan mulai menata kembali kehidupan mereka.

Tugas tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan :
a.       Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b.      Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera, pemberian kontrasepsi darurat.
c.       Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d.      Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e.       Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
f.       Membantu memberitahukan pada keluarga.

            Upaya promotif :
a.       Meningkatkan keterampilan bagi tenaga kesehatan pada pertolongan tindak perkosaan untuk mengatasi masalah kesehatan dan dalam memberi dukungan bila ingin melapor kepolisi.
b.      Penguasaan seni atau keterampilan bela diri bagi para wanita.
c.       Penyelenggaraan pendidikan seksual untuk remaja
d.      Sosialisasi hukum yang terkait.

            Pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak perkosaan :
a.       Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan
b.      Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan
c.       Pasal 506 KUHP tentang Mucikari.
d.      Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
e.       Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

2.8  DAMPAK PERKOSAAN
Reaksi yang terjadi setelah kejadian perkosaan :
a.       Fase akut (segera setelah serangan terjadi)
Korban mengalami syok dan rasa takut yang sangat kuat, kebingungan, disorganisasi, lemah, lelah tidak dapat dijelaskan secara rinci/tepat apa yang terjadi (apa,siapa, dan bagaimana ciri penyerang)
b.      Fase kedua (adaptasi awal)
Individu menghayati berbagai emosi negatif seperti pemberontakan, ketakutan, terhina, malu, mual dan jijik yang pada berikutnya dapat ditanggapi dengan represi dan pengingkaran sebagai upaya untuk mencoba menutup pengalaman yang menyakitkan.
c.       Bertahun-tahun ditandai dengan upaya individu untuk keluar dari trauma yang dialami dan sungguh-sungguh menerima apa yang terjadi sebagai sesuatu fakta yang memang terjadi. Pada fase ini tidak jarang individu menampilkan ciri-ciri depresi, mengalami mimpi-mimpi buruk atau kilas balik kejadian.



BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
1.      Perkosaan adalah hubungan seksual tanpa kehendak bersama, yang dipaksakan oleh satu pihak kepada pihak lain,yang juga dapat merupakan tindak pseudo seksual yaitu perilaku seksual yang tidak selalu di motivasi dorongan seksual sebagai motivasi primer, melainkan berhubungan dengan penguasaan dan dominan, agresi dan perendahan pada satu pihak (korban) oleh pihak lainnya(pelaku).
2.      Jenis perkosaan ada 2 yaitu :
·         Perkosaan oleh orang yang dikenal
·         Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal
3.      Wanita yang rentan terhadap tindak perkosaan adalah wanita yang memiliki Kekurangan pada fisik dan mental, Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan/ gelandangan, didaerah peperangan dan Korban tindak kekerasan suami/pacar.
4.      Tugas tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan :
a.       Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b.      Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera, pemberian kontrasepsi darurat.
c.       Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d.      Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.
e.       Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
f.       Membantu memberitahukan pada keluarga.                                                                                
3.2  SARAN
            Dari hasil pembuatan makalah kami, mungkin masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca demi tercapainya pembuatan makalah yang sempurna.






DAFTAR PUSTAKA

Andrews,Gilly (2009). Kesehatan Reproduksi Wanita edisi 2. jakarta : EGC
Widyastuti,yani, Dkk (2009).Kesehatan Reproduksi.Fitramaya
Yanti (2011). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

No comments:

Post a Comment